Pada tahun 2011 lalu, terjadi penyerangan yang luar biasa terhadap para Jamaah Ahmadiyah di Cikeusik, Banten. Dalam insiden tersebut, setidaknya enam orang meninggal dunia. Peristiwa ini sangat memilukan sebab banyak orang tidak bersalah tetapi harus meregang nyawa di tangan sesamanya, manusia.
Saya sendiri tidak tahu-menahu apa itu Ahmadiyah, karena bagi saya, Islam itu hanya ada satu. Mereka yang mengatasnamakan diri muslim, ya itulah Islam. Namun, ternyata Islam itu ada beberapa bagian lagi, seperti halnya dalam Kristen Protestan yang juga memiliki beberapa aliran Gereja, dan bagi Katolik, ada Katolik Roma dan Katolik Ortodoks.
Namun, Ahmadiyah sendiri dianggap bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan, mereka dianggap sesat dan membentuk agama baru. Tidak jarang Jamaah Ahmadiyah dijadikan sasaran perlakuan diskriminasi atas dasar agama.
Ahmadiyah didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pada 1889 di satu desa kecil yang bernama Qadian, Punjab, India. Mirza Ghulam Ahmad bergelar sebagai Mujaddid, al-Masih, dan al-Mahdi.
Setelah Mirza Ghulam Ahmad meninggal, Ahmadiyah dipimpin Shadr Anjuman Ahmadiyah. Kemudian diganti Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad. Bashiruddin adalah anak Mirza Ghulam Ahmad. Pada masa kepemimpinan inilah Ahmadiyah pecah.
Bashiruddin berpendapat bahwa al-Masih al-Mau'ud itu betul-betul nabi. Semua orang Islam yang tidak berbaiat kepadanya, hukumnya kafir, dan keluar dari Islam. Menurut Bashiruddin, Nabi Muhammad bukanlah nabi terakhir.
Di Indonesia, Ahmadiyah dibawa oleh tiga pemuda dari Sumatera Thawalib yakni suatu pesantren di Padangpanjang, Sumatera Barat. Mereka adalah Abubakar Ayyub, Ahmad Nuruddin, dan Zaini Dahlan.
Namun, saya sendiri sejak kecil hingga SMA tidak tahu akan silsilah ini. Hingga pada akhirnya duduk di bangku kuliah, saya mengikuti berbagai organisasi yang peduli dengan keberagaman kemudian menemukan bahwa Islam tidak hanya satu tetapi ada beberapa dan termasuk Ahmadiyah di dalamnya.
Berangkat dari sini, saya mulai sedikit melihat Ahmadiyah dan sekelumit permasalahannya. Ternyata, Ahmadiyah sudah sering mendapat perlakuan diskriminatif, bahkan sering menjadi korban ketidakadilan baik fisik maupun psikis.
Tapi uniknya, meski mendapat perlakuan seperti itu, tidak pernah ada balasan dari para Ahmadi, sapaan bagi pengikut Ahmadiyah. Bagi mereka, tidak harus nyawa dibalas dengan nyawa, tetapi balaslah ketidakadilan dengan kebaikan.
Pada bulan Juli 2017 lalu, saya diundang untuk mengikuti kegiatan Jalsah Salanah atau kegiatan Silaturahmi untuk Ahmadi di wilayah Kalimantan Barat. Kegiatan tersebut berlangsung selama 3 hari. Tapi, saya dan rombongan hanya mengikuti kegiatan hari pertama saja.
Kami yang datang pun berasal dari beragam latar belakang. Ada Muslim, Protestan, Budha, dan saya sendiri seorang Katolik. Kami ikut bergabung dalam kegiatan ini dan mendapat sambutan baik dari mereka semua. Dari perjumpaan itu terlihat memang para Ahmadi ini memiliki sifat yang penuh kasih dan baik kepada semua orang.
Sayapun mengerti mengapa Ahmadi itu tidak membalas perbuatan tidak adil yang menimpa mereka. Hal ini tidak lain karena di Ahmadiyah itu memiliki satu komando, yaitu pimpinan tertinggi yang mereka sebut Khalifah. Sehingga apapun yang dikatakan oleh Khalifah, mereka senantiasa akan mengikutinya.
Syiar Islam menurut Ahmadiyah merujuk pada perdamaian, toleransi, dan saling menghargai satu sama lain. Apapun agama dan sukunya, semua dianggap sama dan saudara.
Saya jadi berpikir, Ahmadiyah hampir memiliki karakter sama dengan umat Katolik. Karena di Katolik juga ada satu pimpinan utama, yakni Paus dan susunan kepemimpinan di Katolik secara hierarki. Namun, Paus bukanlah nabi. Beliau hanya Imam yang terpilih untuk memimpin umat Katolik di seluruh dunia.
Lagi, di Ahmadiyah mengutamakan cinta kasih dan persaudaraan. Hal ini juga saya temui di Katolik. Ajaran yang saya terima adalah: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (Matius 22: 39).
Kemudian, perihal tidak membalas dendam, saya juga menemukan di Katolik: ”Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu" (Matius 5: 39).
Perihal mereka menyimpang atau salah, bukankah itu hak bagi Tuhan untuk menentukan? Siapakah kita ini yang hanya manusia biasa lalu berhak mengakimi dan memutuskan orang berdosa dan sesat? Bukankah juga kita manusia fana yang penuh dosa? Lalu, mengapa mereka dimusuhi dan dianggap sesat? Adakah satu kejahatan yang mereka buat?
Maka, mari kita terima semua orang yang ada di dunia ini, apa pun agama dan kepercayaannya. Selagi mereka tidak menganggu, maka janganlah merasa terusik.
Pada dasarnya semua agama mengajarkan untuk saling mengasihi satu sama lain. Tuhanpun mengajarkan kita untuk saling mengasihi bukan memusuhi.
Saya sendiri tidak tahu-menahu apa itu Ahmadiyah, karena bagi saya, Islam itu hanya ada satu. Mereka yang mengatasnamakan diri muslim, ya itulah Islam. Namun, ternyata Islam itu ada beberapa bagian lagi, seperti halnya dalam Kristen Protestan yang juga memiliki beberapa aliran Gereja, dan bagi Katolik, ada Katolik Roma dan Katolik Ortodoks.
Namun, Ahmadiyah sendiri dianggap bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan, mereka dianggap sesat dan membentuk agama baru. Tidak jarang Jamaah Ahmadiyah dijadikan sasaran perlakuan diskriminasi atas dasar agama.
Ahmadiyah didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pada 1889 di satu desa kecil yang bernama Qadian, Punjab, India. Mirza Ghulam Ahmad bergelar sebagai Mujaddid, al-Masih, dan al-Mahdi.
Setelah Mirza Ghulam Ahmad meninggal, Ahmadiyah dipimpin Shadr Anjuman Ahmadiyah. Kemudian diganti Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad. Bashiruddin adalah anak Mirza Ghulam Ahmad. Pada masa kepemimpinan inilah Ahmadiyah pecah.
Bashiruddin berpendapat bahwa al-Masih al-Mau'ud itu betul-betul nabi. Semua orang Islam yang tidak berbaiat kepadanya, hukumnya kafir, dan keluar dari Islam. Menurut Bashiruddin, Nabi Muhammad bukanlah nabi terakhir.
Di Indonesia, Ahmadiyah dibawa oleh tiga pemuda dari Sumatera Thawalib yakni suatu pesantren di Padangpanjang, Sumatera Barat. Mereka adalah Abubakar Ayyub, Ahmad Nuruddin, dan Zaini Dahlan.
Namun, saya sendiri sejak kecil hingga SMA tidak tahu akan silsilah ini. Hingga pada akhirnya duduk di bangku kuliah, saya mengikuti berbagai organisasi yang peduli dengan keberagaman kemudian menemukan bahwa Islam tidak hanya satu tetapi ada beberapa dan termasuk Ahmadiyah di dalamnya.
Berangkat dari sini, saya mulai sedikit melihat Ahmadiyah dan sekelumit permasalahannya. Ternyata, Ahmadiyah sudah sering mendapat perlakuan diskriminatif, bahkan sering menjadi korban ketidakadilan baik fisik maupun psikis.
Tapi uniknya, meski mendapat perlakuan seperti itu, tidak pernah ada balasan dari para Ahmadi, sapaan bagi pengikut Ahmadiyah. Bagi mereka, tidak harus nyawa dibalas dengan nyawa, tetapi balaslah ketidakadilan dengan kebaikan.
Pada bulan Juli 2017 lalu, saya diundang untuk mengikuti kegiatan Jalsah Salanah atau kegiatan Silaturahmi untuk Ahmadi di wilayah Kalimantan Barat. Kegiatan tersebut berlangsung selama 3 hari. Tapi, saya dan rombongan hanya mengikuti kegiatan hari pertama saja.
Kami yang datang pun berasal dari beragam latar belakang. Ada Muslim, Protestan, Budha, dan saya sendiri seorang Katolik. Kami ikut bergabung dalam kegiatan ini dan mendapat sambutan baik dari mereka semua. Dari perjumpaan itu terlihat memang para Ahmadi ini memiliki sifat yang penuh kasih dan baik kepada semua orang.
Sayapun mengerti mengapa Ahmadi itu tidak membalas perbuatan tidak adil yang menimpa mereka. Hal ini tidak lain karena di Ahmadiyah itu memiliki satu komando, yaitu pimpinan tertinggi yang mereka sebut Khalifah. Sehingga apapun yang dikatakan oleh Khalifah, mereka senantiasa akan mengikutinya.
Syiar Islam menurut Ahmadiyah merujuk pada perdamaian, toleransi, dan saling menghargai satu sama lain. Apapun agama dan sukunya, semua dianggap sama dan saudara.
Saya jadi berpikir, Ahmadiyah hampir memiliki karakter sama dengan umat Katolik. Karena di Katolik juga ada satu pimpinan utama, yakni Paus dan susunan kepemimpinan di Katolik secara hierarki. Namun, Paus bukanlah nabi. Beliau hanya Imam yang terpilih untuk memimpin umat Katolik di seluruh dunia.
Lagi, di Ahmadiyah mengutamakan cinta kasih dan persaudaraan. Hal ini juga saya temui di Katolik. Ajaran yang saya terima adalah: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (Matius 22: 39).
Kemudian, perihal tidak membalas dendam, saya juga menemukan di Katolik: ”Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu" (Matius 5: 39).
Perihal mereka menyimpang atau salah, bukankah itu hak bagi Tuhan untuk menentukan? Siapakah kita ini yang hanya manusia biasa lalu berhak mengakimi dan memutuskan orang berdosa dan sesat? Bukankah juga kita manusia fana yang penuh dosa? Lalu, mengapa mereka dimusuhi dan dianggap sesat? Adakah satu kejahatan yang mereka buat?
Maka, mari kita terima semua orang yang ada di dunia ini, apa pun agama dan kepercayaannya. Selagi mereka tidak menganggu, maka janganlah merasa terusik.
Pada dasarnya semua agama mengajarkan untuk saling mengasihi satu sama lain. Tuhanpun mengajarkan kita untuk saling mengasihi bukan memusuhi.
cinta kasih memang sudah seharusnya di rawat dan di jaga oleh sesama manusia, salam damai. SATU INDONESIA
ReplyDelete