"Dan biarpun saya tiada beruntung sampai ke ujung jalan itu, meskipun patah di tengah jalan, saya akan mati dengan rasa berbahagia, karena jalannya sudah terbuka dan saya ada turut membantu mengadakan jalan yang menuju ke tempat perempuan Bumiputra merdeka dan berdiri sendiri - Raden Adjeng Kartini"
Aksi menjemput tamu dari luar Kalimantan Barat seolah memutar ingatan ku pada drama Korea. Dalam adengan tersebut, seorang wanita berdiri tepat di depan pintu kedatangan sembari memegang secarik kertas putih bertuliskan nama orang yang ia jemput. Nyatanya, adegan drama yang sempat membuatku tertawa itu kualami sendiri dan harus kulakoni selama beberapa jam.
Mereka adalah orang-orang yang peduli dan mendedikasikan diri untuk membela kaum perempuan. Senang rasanya aku bisa berjumpa langsung bersama sosok hebat ini. Kesempatan emas ini menjadi ajang membuka pintu baru untuk belajar memahami sudut-sudut tak terlihat yang sering melanda perempuan Indonesia.
Ada perwakilan dari organisasi yang fokus menangani tentang perempuan dari Aceh, NTB, Poso, dan Kalimantan Barat. Organisasi-organisasi tersebut berkumpul dalam Lokakarya Nasional dilaksanakan oleh Komnas Perempuan di Pontianak, Kalimantan Barat.
Kegiatan yang berlangsung selama 3 hari ini membahas banyak hal terutama konflik-konflik yang melanda para perempuan serta bagaimana keberlangsungan mereka setelah konflik tersebut. Sebab, wanita menjadi figur yang sering mendapat perlakuan tidak adil. Mereka pula yang kerap menjadi sasaran untuk disalahkan ketika terjadi sesuatu.
Aku merasa orang yang beruntung karena bisa menjadi bagian dari kegiatan itu meski bukan mengambil bagian penting tetapi setiap harinya dapat menyaksikan proses berlangsungnya kegiatan dan selalu ada dalam setiap sesi. Kesempatan Langka. Sekali lagi, ini adalah kesempatan langka yang entah kapan dapat ditemui lagi.
Diskusi demi diskusi terjadi mengalir begitu saja seperti sungai yang memiliki arah berlabuh. Begitu pula pembahasan yang terjadi. Meski di dominasi oleh kaum perempuan, topik pembicaraan yang dibangun tidak kalah menarik dari isu-isu hangat di bumi pertiwi ini.
Banyak hal yang menjadi bahan pembicaraan hingga menemukan simpul untuk di bawa ke daerah masing-masing. Tidak tanggung-tanggung, pagi hingga malam direlakan untuk berkutat memberi perlindungan kepada kaum hawa tersebut. Mereka meski yang hadir hanya hitungan jari tapi aku meyakini bahwa yang dibawa tidaklah sedikit bahkan suara nya mampu memenuhi bumi khatulistiwa.
Aku semakin tertarik dan tak hentinya mengagumi sosok-sosok yang tampak biasa saja ketika di luar forum tetapi ketika dibawa untuk membahas sebuah peristiwa atau kejadian melibatkan perempuan, misalnya konflik, semua berbicara seolah bukan dirinya yang kita kenal. Kata demi kata mengalir penuh makna mendalam dan berisi.
Meski usia semakin merenggut hari, tetapi semangatnya tidak pernah pudar sedikitpun. Bahkan, aku semakin kagum karena mereka rela membiarkan hidup dan matinya untuk mendatangi daerah konflik hanya demi memastikan semua baik-baik saja serta memberikan bantuan kepada pihak yang membutuhkan.
"Waktu itu kami mendatangi tempat konflik. Hampir saja di hajar karena dianggap "musuh" atau mata-mata. Banyak orang sudah mengepung, seperti segerombolan preman. Untung saja tiada sesuatu terjadi" kenal salah seorang dari kelompok tersebut.
Pada hari terakhir kegiatan, kami mendapat kesempatan untuk berkunjung di salah satu daerah relokasi pasca konflik. Berangkat menggunakan mobil, masing-masing sudah pada bagiannya dan bersiap di kursi masing-masing. Anggota Komnas Perempuan harus menyebar di seluruh mobil agar dapat berbagi cerita. Kami yang berasal dari Pontianak pun harus menyebar juga agar bisa menyumpangkan kisah-kisah di daerah ini.
Tapi, yang utama adalah mendengarkan perjalanan Komnas Perempuan menangani kasus. Kami mendengarkan cerita-cerita, mulai dari yang lucu hingga kejadian yang menengangkan. Strategi demi strategi terjadi agar pihak-pihak terkait dapat memberikan dukungan gerakan yang dilakukan oleh elemen Komnas Perempuan.
"Kita harus mampu membuat strategi agar apa yang telah dirancang dapat dilaksanakan serta mendapat dukungan berbagai pihak" salah seorang mulai bercerita.
Dia banyak bercerita kejadian-kejadian yang pernah dialami selama mengabdikan diri untuk memberi hak-hak yang wajar kepada perempuan. Cerita demi cerita kami lahap bersama dalam mobil ketika menuju salah satu daerah pasca konflik. Jalanan yang lumayan hancur mengharuskan mobil bergerak pelan, tidak seperti kuda yang berlarian.
Cerita semakin nikmat, tidak hanya keseharian berjelumat dengan kasus yang menggunung. Kisah semakin menarik dengan pengalaman ketika melihat kusamnya hidup harus menikmati air yang kotor. Keadaan masyarakat yang memprihatinkan juga tidak luput dari perhatian mereka.
Kesempatan yang dinanti akhirnya tampil di depan mata. Ruang tamu Pak Kades mulai dipadati orang. Wanginya kue mulai menghampiri hidung kami, tapi yang penting adalah membersihkan kelelahan dengan segelas air putih.
Suasana mulai tenang. Kata sambutan tuan rumah mulai menggema di ruangan itu, sedikit demi sedikit kisah pilu yang dialami mulai diperdengarkan kepada semua yang hadir. Tanya jawab pun tak bisa ditahan lagi, sesi berbagi mulai mengalir derasnya bak keringat mengucur di siang bolong.
Memang asik pembicaraan kali ini karena dapat berjumpa langsung dengan mereka yang mengalaminya. Mungkin, ini lah yang selalu dilakukan oleh mereka di perkumpulan itu. Baginya, ini bukanlah hal langka tetapi sudah biasa bahkan ada yang lebih parah lagi.
Kejadian-kejadian ini sudah menjadi santapan untuk dikunyah seperti sarapan gorengan dengan seruputan segelas kopi di pagi hari. Semuanya harus dilahap dan dinikmati.
Namun, lahapan mereka tidaklah lezat namun memilukan bahkan hingga menyayat hati. Tapi, apa mau dikata, semua itu demi terpenuhinya hak yang sama. Hak untuk mendapatkan kedamaian, kesejahteraan dan kesetaraan. Tidak ada penindasan, tidak ada pula diskriminasi.
Hari-hari yang terbilang singkat, tapi padat akan makna dan juga pengalaman hidup.
Tokoh-tokoh perempuan yang penuh inspiratif tersebut masih terngiang dalam ingatan. Masih nyaring juga terdengar dalam setiap langkah hariku.
Hingga saat ini, aku masih merenung. Bisakah aku memiliki sikap membantu memberikan keadilan untuk kaumku. Mampukah aku bertindak lebih baik dari apa yang pernah mereka ukir.
Bagiku, semampunya akan terus mencoba, membuka relasi lebih luas lagi dan memperbanyak pengetahuan akan hal-hal yang membangun relasi serupa.
Dan tak bisa pula kusebutkan satu persatu dari mereka. Sebab, semuanya memiliki kelebihannya masing-masing yang amat luar biasa. Merekalah pundi-pundi penyemangat bagi perempuan yang tertindas.
Terima kasih untuk empat hari berharganya.
Semoga lain waktu dapat bersua kembali. Semoga :)
Aku merasa orang yang beruntung karena bisa menjadi bagian dari kegiatan itu meski bukan mengambil bagian penting tetapi setiap harinya dapat menyaksikan proses berlangsungnya kegiatan dan selalu ada dalam setiap sesi. Kesempatan Langka. Sekali lagi, ini adalah kesempatan langka yang entah kapan dapat ditemui lagi.
Diskusi demi diskusi terjadi mengalir begitu saja seperti sungai yang memiliki arah berlabuh. Begitu pula pembahasan yang terjadi. Meski di dominasi oleh kaum perempuan, topik pembicaraan yang dibangun tidak kalah menarik dari isu-isu hangat di bumi pertiwi ini.
Banyak hal yang menjadi bahan pembicaraan hingga menemukan simpul untuk di bawa ke daerah masing-masing. Tidak tanggung-tanggung, pagi hingga malam direlakan untuk berkutat memberi perlindungan kepada kaum hawa tersebut. Mereka meski yang hadir hanya hitungan jari tapi aku meyakini bahwa yang dibawa tidaklah sedikit bahkan suara nya mampu memenuhi bumi khatulistiwa.
Aku semakin tertarik dan tak hentinya mengagumi sosok-sosok yang tampak biasa saja ketika di luar forum tetapi ketika dibawa untuk membahas sebuah peristiwa atau kejadian melibatkan perempuan, misalnya konflik, semua berbicara seolah bukan dirinya yang kita kenal. Kata demi kata mengalir penuh makna mendalam dan berisi.
Meski usia semakin merenggut hari, tetapi semangatnya tidak pernah pudar sedikitpun. Bahkan, aku semakin kagum karena mereka rela membiarkan hidup dan matinya untuk mendatangi daerah konflik hanya demi memastikan semua baik-baik saja serta memberikan bantuan kepada pihak yang membutuhkan.
"Waktu itu kami mendatangi tempat konflik. Hampir saja di hajar karena dianggap "musuh" atau mata-mata. Banyak orang sudah mengepung, seperti segerombolan preman. Untung saja tiada sesuatu terjadi" kenal salah seorang dari kelompok tersebut.
Pada hari terakhir kegiatan, kami mendapat kesempatan untuk berkunjung di salah satu daerah relokasi pasca konflik. Berangkat menggunakan mobil, masing-masing sudah pada bagiannya dan bersiap di kursi masing-masing. Anggota Komnas Perempuan harus menyebar di seluruh mobil agar dapat berbagi cerita. Kami yang berasal dari Pontianak pun harus menyebar juga agar bisa menyumpangkan kisah-kisah di daerah ini.
Tapi, yang utama adalah mendengarkan perjalanan Komnas Perempuan menangani kasus. Kami mendengarkan cerita-cerita, mulai dari yang lucu hingga kejadian yang menengangkan. Strategi demi strategi terjadi agar pihak-pihak terkait dapat memberikan dukungan gerakan yang dilakukan oleh elemen Komnas Perempuan.
"Kita harus mampu membuat strategi agar apa yang telah dirancang dapat dilaksanakan serta mendapat dukungan berbagai pihak" salah seorang mulai bercerita.
Dia banyak bercerita kejadian-kejadian yang pernah dialami selama mengabdikan diri untuk memberi hak-hak yang wajar kepada perempuan. Cerita demi cerita kami lahap bersama dalam mobil ketika menuju salah satu daerah pasca konflik. Jalanan yang lumayan hancur mengharuskan mobil bergerak pelan, tidak seperti kuda yang berlarian.
Cerita semakin nikmat, tidak hanya keseharian berjelumat dengan kasus yang menggunung. Kisah semakin menarik dengan pengalaman ketika melihat kusamnya hidup harus menikmati air yang kotor. Keadaan masyarakat yang memprihatinkan juga tidak luput dari perhatian mereka.
Kesempatan yang dinanti akhirnya tampil di depan mata. Ruang tamu Pak Kades mulai dipadati orang. Wanginya kue mulai menghampiri hidung kami, tapi yang penting adalah membersihkan kelelahan dengan segelas air putih.
Suasana mulai tenang. Kata sambutan tuan rumah mulai menggema di ruangan itu, sedikit demi sedikit kisah pilu yang dialami mulai diperdengarkan kepada semua yang hadir. Tanya jawab pun tak bisa ditahan lagi, sesi berbagi mulai mengalir derasnya bak keringat mengucur di siang bolong.
Memang asik pembicaraan kali ini karena dapat berjumpa langsung dengan mereka yang mengalaminya. Mungkin, ini lah yang selalu dilakukan oleh mereka di perkumpulan itu. Baginya, ini bukanlah hal langka tetapi sudah biasa bahkan ada yang lebih parah lagi.
Kejadian-kejadian ini sudah menjadi santapan untuk dikunyah seperti sarapan gorengan dengan seruputan segelas kopi di pagi hari. Semuanya harus dilahap dan dinikmati.
Namun, lahapan mereka tidaklah lezat namun memilukan bahkan hingga menyayat hati. Tapi, apa mau dikata, semua itu demi terpenuhinya hak yang sama. Hak untuk mendapatkan kedamaian, kesejahteraan dan kesetaraan. Tidak ada penindasan, tidak ada pula diskriminasi.
Hari-hari yang terbilang singkat, tapi padat akan makna dan juga pengalaman hidup.
Tokoh-tokoh perempuan yang penuh inspiratif tersebut masih terngiang dalam ingatan. Masih nyaring juga terdengar dalam setiap langkah hariku.
Hingga saat ini, aku masih merenung. Bisakah aku memiliki sikap membantu memberikan keadilan untuk kaumku. Mampukah aku bertindak lebih baik dari apa yang pernah mereka ukir.
Bagiku, semampunya akan terus mencoba, membuka relasi lebih luas lagi dan memperbanyak pengetahuan akan hal-hal yang membangun relasi serupa.
Dan tak bisa pula kusebutkan satu persatu dari mereka. Sebab, semuanya memiliki kelebihannya masing-masing yang amat luar biasa. Merekalah pundi-pundi penyemangat bagi perempuan yang tertindas.
Terima kasih untuk empat hari berharganya.
Semoga lain waktu dapat bersua kembali. Semoga :)
"Perempuan memang rentan menjadi sosok terdiskriminasi dalam konflik yang terjadi. Bahkan tidak jarang mereka mengalami kepahitan berlapis-lapis"
Post a Comment
0Comments