Judul : Bumi Manusia
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Hasta Mitra
ISBN : 979-8659-12-0
Tebal : 535 Halaman
"Kita kalah, Ma," bisikku
"Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya."
Kutipan tersebut merupakan percakapan antara Minke dan Nyai Ontosoroh ketika harus menerima kenyataan pahit bahwa mereka kalah pada pengadilan putih dan gagal memperjuangkan Annelies untuk tetap bertahan di Hindia. Sosok kesayangan Nyai dan Minke harus dibawa ke Eropa oleh abang tirinya.
Bumi Manusia menjadi seri pertama dari tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer. Seri lainnya adalah Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca. Pada seri pertama ini menjadi awal cerita Minke, seorang anak Bupati dan pribumi menapaki jejaknya untuk menjadi sosok yang merdeka, tidak bersembunyi di bawah ketiak bapaknya.
Kisah sejarah kelam Indonesia pada penjajahan Belanda tergambar jelas melalui karya sastra yang ditulis oleh penulis kenamaan ini. Bukan Pram namanya jika tidak dapat merajut kata demi kata sehingga menjadi untaian yang menarik dan enak dinikmati.
Pramoedya mengungkapkan rasa nasionalisme dalam tokoh Minke yaitu dalam pikiran dan tindakan Minke yang anti Feodalisme Jawa dan berkiblat Eropa. Namun perlu digarisbawahi kalau semua itu demi kemajuan pribumi Jawa itu sendiri. Karena selama ini nyaris 300-an tahun Belanda keluar masuk menjarah barang-barang rakyat, alih-alih berdagang namun ternyata Belanda telah menindas baik fisik, batin, jiwa dan raga semua anak-anak bumi manusia Indonesia.
Melalui salah satu karya terbaik Pram ini, pembaca diajak kembali menapaki sejarah yang dilalui saat itu. Dimana ada beberapa pribumi yang mengabdikan diri ke Belanda demi sebuah jabatan hingga rela menjual anaknya. Seperti ayah Nyai Ontosoroh misalnya. Dia menjual anaknya kepada Herman Mellema, orang Belanda asli demi kenaikan pangkat.
Sosok pribumi tangguh digambarkan Pram melalui tokoh Minke dan Nyai Ontosoroh ini. Mereka berjuang agar tidak ditindas oleh Belanda, membaca dan terus belajar adalah keharusan. Sebab, tanpa membaca mereka tidak akan tahu apa-apa dan ilmu mereka tidak akan bertambah. Itu adalah harga mati. Wajar saja jika Minke maupun Nyai memiliki koleksi buku yang banyak bahkan membangun perpustakaan pribadi di rumahnya. Buku apa saja dibaca demi mengasah kemampuan.
Pram memang lihai merangkai sebuah cerita. Pembaca larut, selarut-larutnya dalam setiap cerita yang dituliskan. Emosi pembaca akan bermain dengan sendirinya, sedih, tertawa, tegang, bahkan bahagia tersusun rapi dalam setiap bagiannya. Setiap tokoh tergambarkan secara rinci sehingga hanya dengan membaca, karakter setiap pemain dapat dibayangkan dengan baik, mulai dari kebiasaan, tinggi badan bahkan warna kulit. Hal ini menjadi penting ditampilkan dalam sebuah cerita agar pembaca dengan mudah mengenali sosok pemeran itu.
Bumi Manusia memiliki makna bahwa kebenaran tetaplah kebenaran. Nyai Ontosoroh yang menikah dengan Herman Mellema harus mempertahankan pabrik yang selama ini dibangun dan dibesarkan olehnya. Segala pengetahuan awal memang didapatkan dari sang suami, tetapi sebagai seorang pribumi, Sanikem alias Nyai Ontosoroh ingin menjadi sosok yang tangguh, tidak bergantung pada suami. Dia sadar betul, sebagai seorang gundik tidaklah mudah untuk mendapatkan hak, dia bisa dibuang kapan saja, terserah dari suami. Maka, harus ada strategi untuk mempertahankan diri.
Membaca karya Pram adalah salah satu cara terbaik belajar sejarah dengan goresan bahasa sastra yang sarat akan makna serta pesan moral dalam kehidupan sehari-hari. Dalam seri Bumi Manusia, generasi sekarang diingatkan untuk adil, seperti yang digoreskan Pram. “Seorang terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan”.
Buku ini juga membuat kita ingat selalu dengan adegan Annelies harus dibawa ke Eropa. Tanpa terasa air mata mengucur deras, seolah-olah hal itu terjadi pada diriku. Kita sadar betul bagaimana terpukulnya Minke, suami Annelies dan juga Nyai sebagai sosok yang sangat sayang kepada Annelies. Robert Mellema telah lupa rumah karena tidak menyukai ibunya seorang pribumi, sementara Herman Mellema sudah meninggal dunia.
Tapi, Nyai tidak dapat bertahan juga jika tidak adanya sosok penjaga yang setia seperti Darsam. Seorang Madura yang mengabdikan hidupnya untuk keselamatan Nyai dan juga Annelies.
Sosok Darsam tergambar sebagai pria tangguh yang rela mati demi melindungi orang lain.
Dalam buku ini juga Pram tidak lupa menggambarkan hubungan baik antar latarbelakang, baik agama maupun suku. Minke adalah orang Jawa asli keturunan ningrat, Nyai Ontosoroh atau Sanikem adalah Perempuan Jawa dan Annelies merupakan seorang totok, campuran Belanda dan Pribumi. Tapi, mereka rukun dan selalu mengedepankan kekeluargaan untuk menyelesaikan segala sesuatu. Hubungan mereka tergambarkan selalu baik dan saling menjaga.
Buku ini dapat dibaca oleh siapa saja, terutama mereka yang ingin membakar semangat. Membaca dan meresapi setiap cerita akan menghasilkan pemikiran masing-masing yang dapat memicu perubahan dalam diri kita tentunya mengarah pada hal-hal yang lebih baik.
Cara menyenangkan untuk membaca sejarah adalah membaca karya-karya Pram.
ReplyDeletetulisannya selalu enak di baca ya
ReplyDeleteUlasan yang sangat menarik. Ditunggu buah karya lainnya.
ReplyDeleteIyaa... terimakasih.. sudah baca buku ini??
DeleteRekomended banget bukunya. Tenssss kak udah review 😂 bisa tau alur ceritanya
ReplyDeletesegera di baca buku nya hehe
DeleteSangat mengesankan review nya, dan seyogyanya Seorang terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan”.
ReplyDeleteDitunggu review buku yang lain..😂
boleh rekomendasikan buku lainnya,,
DeleteNyanyi sunyi seorang bisu
DeleteSaya rasa boleh juga untuk di review 😂
boleh dong pinjam bukunya
Delete