Main-main dekat rumah |
Hallo semuanya, apa kabar? Semoga baik saja. Cukup lama aku tidak update tulisan lagi di blog ini karena beragam kesibukan. Akhirnya bertepatan dengan kemerdekaan Negara tercinta ini aku kembali ingin menulis tentang sebuah pengalaman yang amat menyita waktu dan pikiran.
Biasanya kalau melihat status atau tulisan orang tentang perjuangan menyelesaikan skripsi aku cuma tersenyum manja, dan anggap itu biasa saja. Cerita mereka mulai dari tidak tidur berhari-hari, tak ingat waktu makan, putus sama pacar, dan masih banyak lagi. Kok ya dalam hati berlebihan sekali, rasanya tidak juga separah itu.
Tapi, badai itu mulai menyapaku, beberapa minggu yang lalu aku harus berhadapan dengan para dosen yang siap menguji hasil kerjaku selama ini dan yang menjadi kekhawatiranku terjadi. Pribahasa memang benar, bisa karena biasa. Parahnya, kebiasaan ku adalah berbicara tanpa melihat dan memperhatikan teori, lebih senang ngomong tentang apa yang terjadi kemarin dan hari ini, melihat fakta dan fenomena, ya syukur-syukur dibarengi dengan hasil penelitian.
Nah, kalau diadu dengan terori beragam buku misalnya arsitektur itu apa? dari buku karangan siapa? agak susah otakku berbaur. Ini sih salahnya di aku memang, lah mahasiswa kok nggak baca buku yang begitu, salah sendiri sih bacanya malah buku Pram, Dee, Malala. Sering mantengin perkembangan penggerak perdamaian, salah besar. Harusnya diseimbangkan, ada kalanya memperhatikan lingkungan sekitar tapi harus memperhatikan diri sendiri, bagaimana selayaknya mahasiswa, membaca hal-hal yang ilmiah. Begitu seharunya.
Kekeliruan dalam bertindak itu akhirnya membawa ke jalan lain, hari-hariku hari ditemani dengan setumpuk revisian, hampir tiap hari ke kampus dan yaa berasa jadi mahasiswa baru lagi. Sebundel skripsi di bawa ke dosen untuk dikoreksi dan hasilnya tetap saja revisi. Inilah sepertinya kualat karena pernah tersenyum dengan tulisan orang Revisi Skripsi yang Direvisi dan ya aku alami sekarang.
Kalau ditanya rasanya gimana? Banyak deh, rasa nano-nano juga kalah. Dulunya harus bagi 24 jam untuk kerja, kegiatan dan kuliah tapi sekarang harus relakan 3K jadi 1K, yaitu Kuliah saja. Meski agak bandel, masih curi-curi waktu untuk urusin kegiatan karena memang kebetulan ada beberapa kegiatan yang sedang rancang.
Parahnya lagi nih, bangun tidur, sebelum tidur, di jalan, tempat makan dan dimanapun, kapanpun pikiran kok dipenuhi revisi revisi revisi. Pokoknya harus revisi, setiap hari revisi. Astaga, ini kalah-kalah putus cinta empat tahun lalu, susah move on-nya keterlaluan.
Padahal, kata dosenku skripsi itu mudah, sangat mudah. Gini nih caranya:
Pertama kita harus menemukan suatu permasalahan berikut solusi, itu masuk dalam latar belakang, kemudian apa sih tujuan kita buat itu, nah itu masuk dalam tujuan penelitian. Terus, dalam pembuatannya kita batasi apa saja (sesuai kebutuhan dong), itu masuk dalam batasan masalah. Udah dapat itu semua lalu cari teori yang berkaitan dengan itu, semuanya dan masuk ke landasan teori.
Udah kerjakan itu lanjut lagi dengan rancangan. Kita rancang sebenarnya apa saja yang kita butuhkan, ya seperti buat rumah, bikin desainnya dulu. Selesaikan, baru deh dibuat (kebetulan prodiku harus membuat aplikasi), itu masuk ke bab 3 metodologi penelitian.
Jika aplikasi selesai dibuat langsung deh diuji, sesuai tidak dengan tujuan tadi, jika iya ambil kesimbulan dan sertakan saran untuk pengembangan. Tapi jika tidak, bagian mana yang salah jadi kemungkinan besar kembali ke perancangan.
Sesimple itu, ya simple banget. Pesan paling penting adalah JANGAN DIPIKIRKAN tapi DIKERJAKAN. Oke, sampai sini pahamkan, jangan sok-sok curhat di sosmed tapi tak pernah kerjakan. Hmm, itu sih sama halnya bilang lapar tapi cuma update status dan ndak cari makan.
Jadi begitulah, revisi skripsi yang direvisi itu memang ada enak ada ndaknya juga, enaknya apa? Sering ke kampus dan akrab dengan dosen, silaturahmi jalan terus. Kemudian, ilmu bertambah dan bisa lihat anak baru (mungkin ada yang ganteng), lumayan cuci gudang haha.
Tapi tak enaknya adalah kerjaan terganggu, kegiatan terbengkalai dan pertanyaan kapan wisuda semakin bertubi-tubi bagai titik api selama kemarau di Kalbar.
Udahlah, jangan panjang-panjang, lagi banyak asap jadi sesak napas. Intinya selama kita menyukai maka hal itu dapat dikerjakan dengan baik
Jangan menyerah, jalan kita masih panjang, terus melangkah, tatap masa depan yang lebih cerah.
Proses menyelesaikan skripsi ini terkadang cukup menguras tenaga, pikiran, dan tentu saja biaya. Banyak diantara mahasiswa yang menyerah sehingga masa kelulusan mereka terpaksa harus mengalami penundaan beberapa lama. Padahal ini memang harus dipaksakan karena tahap berikutnya telah menunggu Anda yaitu mencari kerja. Setiap tahunnya jumlah calon tenaga kerja terus bertambah, sedangkan jumlah lowongan kerja semakin terbatas. Tetap semangat ya Kak...
ReplyDeletebenar bang, akhirnya proses itu selesai jugaa..
ReplyDelete