Kapan terakhir kamu melakukan hal aneh dalam hidupmu? Semua kegilaan yang dilakukan akan selalu diingat dan menjadi kenangan manis. Tapi kegilaan ini amat menyenangkan kalau dilakukan bersama teman-teman.
Inilah yang saya alami. Memang sudah lama kenal dengan Irvan, Arif dan Resti tapi setelah selesai kuliah jadi sangat sulit untuk ketemu, selain Resti yang sibuk menulis novel perdananya di daerah asal, ada juga Arif yang sibuk berkarya sana sini serta Irvan yang sibuk dengan skripsi dan pembuatan film.
Agak mustahil untuk ketemu setiap hari apalagi melakukan hal gila seperti orang kurang kerjaan. Tapi, hal aneh ini kami lakukan bersama. Kami memulai cerita berangkat ke Bandara Supadio untuk menyusul seorang teman yang akan pulang ke Singapura. Sebut saja namanya adalah Qianyi, seorang mahasiswa pasca sarjana dari National University of Singapore (NUS) yang penelitian di Pontianak. (cerita lengkap akan saya ulas di tulisan berikutnya)
Awalnya kami semua berencana untuk berangkat ke bandara sama-sama menggunakan sepeda motor tetapi semesta kurang mendukung, hujan lebat tak terhindarkan. Akhirnya Qianyi ke bandara menggunakan taxi online. Payahnya, setelah dia berangkat, Arif dan Resti belum tiba di hotel karena terhambat hujan, akhirnya Qianyi berangkat sebelum berjumpa dengan mereka berdua.
Baru sekitar 10 menit mobil meninggalkan hotel, Arif dan Restipun muncul. Sepertinya Resti tak terima kalau belum ucapkan salam perpisahan dengan Qianyi (kalau aku? Kan sudah tiap hari bersama Qianyi dan sempat perpisahan di penginapannya).
Tanpa basa basi Resti memulai obrolan. "Kita ke bandara yuk, nyusul Qianyi," katanya
"Gimana van,? timbalku. "Aku sih bebas," kata Irvan dan Arif juga menjawab demikian. Tak peduli kepulan hitam melingkari kami, sepeda motor dinyalakan dan langsung bergegas ke bandara.
Tapi ah sial, baru 7 menit perjalanan hujan deras menghantam. Aku dan Resti harus berhenti di BLKI, di sebuah rumah makan. Hujan tak mau berhenti, entah kenapa dia begitu sensi dengan niat kami menyusul Qianyi ke Bandara ini. Tak kuat terlalu lama menunggu hujan berhenti, aku dan Restipun sempatkan diri untuk santap siang. Eh, sembari asyik mengunyah nasi ternyata Irvan dan Arif sudah dekat dengan Bandara. Aku dan Resti pun bergegas menyusul mereka.
Ternyata semangat kami mau ke Bandara ini sama kuatnya dengan semangat hujan membasahi bumi. Ah, tak masalahlah, gunakan jas hujan meski cuma satu yang penting sampai dulu ke tempat tujuan.
"Apa yang kita lakukan nih, saking ngga ada kerja kah," kata Resti
Aku sambut dengan tertawa lepas. "Iya, ini pertama kali aku gila-gilaan gini, mau ujan-ujannya demi foto ke Bandara dan ketemu Qianyi juga," kataku.
Motor kami terus melaju dan sekarang sampai ke bandara. Tapi sangat kacau, baru saja menampilkan diri di halaman tapi suara mic berbunyi kalau pesawat Qianyi akan sudah boarding.
"Kalian dimana? Aku tunggu di pintu kedatangan," kata Qianyi. Memang agak gila ini anak pikirku, pesawatnya sudah boarding dia sempat-sempatnya keluar dan menemui kami.
Mungkin hanya sekitar 30 detik kami bertemu, berpelukan lalu mengucapkan salam perpisahan. Qianyipun kejar-kejaran naik pesawat karena takut ketinggalan. Irvan dan Arif tidak sempat bertemu Qianyi karena menunggu agak jauh dari pintu kedatangan.
Setelah Qianyi masuk ke pesawat, kami lanjut dengan tujuan lain, hunting di Bandara. Memang agak gila sih teman-teman aku ini, ke Bandara hanya untuk hunting. Eits, tapi bukan hunting biasa melainkan untuk melahirkan ide kreatif membuat karya film atau tulisan.
Irvan yang sangat suka dengan suasana bandara karena banyak emosi dan keadaan yang dilahir di bandara berniat membuat web series di Bandara (semoga bisa direalisasikan) dan juga Resti, mungkin nanti akan kembali ke Bandara, membawa alat tempur lalu menulis. Kita tunggu karya mereka lahir dan menyapa penikmatnya.
Tidak bisa pulang karena hujan sangat deras, kamipun masih melabuhkan diri di kursi ruang tunggu bandara, ah hujan kok di tunggu.
Kami masih menetap di bandara tapi Qianyi sudah sampai di Batam dan segera melanjutkan perjalanan ke Singapura.
"Betapa banyak waktu yang udah kita buang sia-sia,"kata Irvan meliat situasi itu. "Iya benar, tapi tidak masalah. Banyak ide yang muncul hari ini," timpal Resti.
Cerita demi cerita tertuang di kursi ruang tunggu bandara hingga kami lelah menunggu. Tak mau pikir panjang lagi, akhirnya pulang menerjang hujan. Basah kuyup tidak jadi soal yang penting kami sudah pulang. Resti juga akan kembali ke Sintang jadi kalau terlalu lama ke Bandara dia akan ditinggal oleh taxi nya.
Kami pulang dengan pakaian dan sepatu yang basah tapi pikiran tidak basah karena begitu banyak ide yang mengeringkannya. Ah, senang sekali bisa menikmati kegilaan bersama kalian, lain waktu kita lakukan hal yang lebih extreme lagi yaa :)
Inilah yang saya alami. Memang sudah lama kenal dengan Irvan, Arif dan Resti tapi setelah selesai kuliah jadi sangat sulit untuk ketemu, selain Resti yang sibuk menulis novel perdananya di daerah asal, ada juga Arif yang sibuk berkarya sana sini serta Irvan yang sibuk dengan skripsi dan pembuatan film.
Agak mustahil untuk ketemu setiap hari apalagi melakukan hal gila seperti orang kurang kerjaan. Tapi, hal aneh ini kami lakukan bersama. Kami memulai cerita berangkat ke Bandara Supadio untuk menyusul seorang teman yang akan pulang ke Singapura. Sebut saja namanya adalah Qianyi, seorang mahasiswa pasca sarjana dari National University of Singapore (NUS) yang penelitian di Pontianak. (cerita lengkap akan saya ulas di tulisan berikutnya)
Awalnya kami semua berencana untuk berangkat ke bandara sama-sama menggunakan sepeda motor tetapi semesta kurang mendukung, hujan lebat tak terhindarkan. Akhirnya Qianyi ke bandara menggunakan taxi online. Payahnya, setelah dia berangkat, Arif dan Resti belum tiba di hotel karena terhambat hujan, akhirnya Qianyi berangkat sebelum berjumpa dengan mereka berdua.
Baru sekitar 10 menit mobil meninggalkan hotel, Arif dan Restipun muncul. Sepertinya Resti tak terima kalau belum ucapkan salam perpisahan dengan Qianyi (kalau aku? Kan sudah tiap hari bersama Qianyi dan sempat perpisahan di penginapannya).
Tanpa basa basi Resti memulai obrolan. "Kita ke bandara yuk, nyusul Qianyi," katanya
"Gimana van,? timbalku. "Aku sih bebas," kata Irvan dan Arif juga menjawab demikian. Tak peduli kepulan hitam melingkari kami, sepeda motor dinyalakan dan langsung bergegas ke bandara.
Tapi ah sial, baru 7 menit perjalanan hujan deras menghantam. Aku dan Resti harus berhenti di BLKI, di sebuah rumah makan. Hujan tak mau berhenti, entah kenapa dia begitu sensi dengan niat kami menyusul Qianyi ke Bandara ini. Tak kuat terlalu lama menunggu hujan berhenti, aku dan Restipun sempatkan diri untuk santap siang. Eh, sembari asyik mengunyah nasi ternyata Irvan dan Arif sudah dekat dengan Bandara. Aku dan Resti pun bergegas menyusul mereka.
Ternyata semangat kami mau ke Bandara ini sama kuatnya dengan semangat hujan membasahi bumi. Ah, tak masalahlah, gunakan jas hujan meski cuma satu yang penting sampai dulu ke tempat tujuan.
"Apa yang kita lakukan nih, saking ngga ada kerja kah," kata Resti
Aku sambut dengan tertawa lepas. "Iya, ini pertama kali aku gila-gilaan gini, mau ujan-ujannya demi foto ke Bandara dan ketemu Qianyi juga," kataku.
Motor kami terus melaju dan sekarang sampai ke bandara. Tapi sangat kacau, baru saja menampilkan diri di halaman tapi suara mic berbunyi kalau pesawat Qianyi akan sudah boarding.
"Kalian dimana? Aku tunggu di pintu kedatangan," kata Qianyi. Memang agak gila ini anak pikirku, pesawatnya sudah boarding dia sempat-sempatnya keluar dan menemui kami.
Mungkin hanya sekitar 30 detik kami bertemu, berpelukan lalu mengucapkan salam perpisahan. Qianyipun kejar-kejaran naik pesawat karena takut ketinggalan. Irvan dan Arif tidak sempat bertemu Qianyi karena menunggu agak jauh dari pintu kedatangan.
Setelah Qianyi masuk ke pesawat, kami lanjut dengan tujuan lain, hunting di Bandara. Memang agak gila sih teman-teman aku ini, ke Bandara hanya untuk hunting. Eits, tapi bukan hunting biasa melainkan untuk melahirkan ide kreatif membuat karya film atau tulisan.
Irvan yang sangat suka dengan suasana bandara karena banyak emosi dan keadaan yang dilahir di bandara berniat membuat web series di Bandara (semoga bisa direalisasikan) dan juga Resti, mungkin nanti akan kembali ke Bandara, membawa alat tempur lalu menulis. Kita tunggu karya mereka lahir dan menyapa penikmatnya.
Tidak bisa pulang karena hujan sangat deras, kamipun masih melabuhkan diri di kursi ruang tunggu bandara, ah hujan kok di tunggu.
Kami masih menetap di bandara tapi Qianyi sudah sampai di Batam dan segera melanjutkan perjalanan ke Singapura.
"Betapa banyak waktu yang udah kita buang sia-sia,"kata Irvan meliat situasi itu. "Iya benar, tapi tidak masalah. Banyak ide yang muncul hari ini," timpal Resti.
Cerita demi cerita tertuang di kursi ruang tunggu bandara hingga kami lelah menunggu. Tak mau pikir panjang lagi, akhirnya pulang menerjang hujan. Basah kuyup tidak jadi soal yang penting kami sudah pulang. Resti juga akan kembali ke Sintang jadi kalau terlalu lama ke Bandara dia akan ditinggal oleh taxi nya.
Kami pulang dengan pakaian dan sepatu yang basah tapi pikiran tidak basah karena begitu banyak ide yang mengeringkannya. Ah, senang sekali bisa menikmati kegilaan bersama kalian, lain waktu kita lakukan hal yang lebih extreme lagi yaa :)
senang sekali juga bisa menikmati kegilaan bersama Isa
ReplyDeletesippp terimakasih boss rekanbicara.com
Delete